Penulis: Hadi S Purwanto
BATAM, SWARAJOMBANG.COM – Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang menilai penanganan kasus hukum yang melibatkan masyarakat Pulau Rempang, Kota Batang, Kepri sebagai bentuk dagelan.
“Polresta Barelang tengah membuat lelucon atau dagelan dengan hanya menetapkan dua tersangka pada kasus penyerangan yang dilakukan puluhan karyawan PT Makmur Elok Graha (MEG) terhadap masyarakat Rempang di Kampung Sembulang Hulu dan Sei Buluh pada 18 Desember 2024 dini hari,” demikian pernyataan tertulis Tim Solidaritas Nasional untuk Rempang yang diterima KREDONEWS.COM, Selasa (31/12/2024).
Andri Alatas, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Pekanbaru kepada KREDONEWS.COM mengatakan, ternhyata hanya dua orang dari PT MEG yang ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (24/12/2024) berinisial R dan A.
“Padahal, dalam keterangan, Anggota Tim Keamanan PT MEG, Angga menyampaikan ada sekitar 30 orang dari mereka yang datang ke Kampung Sembulang Hulu yang menjadi lokasi kejadian warga diserang,” terang Andri Alatas.
Seperti diberitakan, kerusuhan kembali pecah di Sembulang Hulu, Rempang, Galang, Kota Batang, Kepri, Rabu (18/12/2024) dinihari.
Sedikitnya 8 warga mengalami luka-luka, beberapa diantaranya cukup serius lantaran ada yang terkena panah di pinggang bagian belakang. Andri Alatas mengatakan, peristiwa itu terjadi Rabu dinihari sekitar pukul 00:50 WIB.
Dijelaskan, peristiwa itu bermula ketika masyarakat menangkap dua orang yang diduda karyawan PT Makmur Elok Graha (MEG) yang merusak spanduk penolakan keberadaan Pembangunan Rempang Eco City (REC).
“Seorang berhasil melarikan diri dan seorang lagi kami amankan,” ujar Andri.
Tak berapa lama setelah tersiar kabar ada karyawan PT MEG yang tertangkap warga lantaran merusak spanduk, beberapa mobil yang diduga rekan karyawan yang tertangkap itu dan membebaskan dari sergapan Masyarakat. Tak terelakkan, bentrokan pun terjadi.
Delapan korban luka itu antara lain: 1. Zakaria (42), warga Kampung Sembulang Hulu, luka berat. Lebam di bagian wajah, luka sayat bagian punggung, retak dan patah di bagian tulang pipi; 2. Samsudin (50), warga Kampung Sembulang Hulu, luka sobek di kepala; 3. Zaidi (50), warga Kampung Sembulang Pasir Merah, luka sobek di kepala; 4. Edi Jumardi (52), warga Kampung Sei Buluh, memar di bagian punggung; 5. Perdiansyah (12), Pelajar SMP N 18 Batam, warga Kampung Sei Buluh, memar di bagian wajah; 6. Sukio (33), wargta luka sobek (bocor) di bagian kepala; 7. Dakirin (42), warga Kampung Sembulang Pasir Merah, patah tangan; 8. Khaidir (41), warga Kampung Sembulang Camping, terkena anak panah di pinggang bagian belakang.
Usai kejadian itu, para korban luka segera dilarikan ke rumah sakit. Andri mengatakan, selama terjadi konflik beberapa kali di Rempang, polisi cenderung bertindak tidak adil.
“Polisi seperti tidak membela masyarakat yang lemah,” ujar Andri lagi.
Kapolres Barelang Kombes Heribertus Ompusunggu membantah pihaknya membiarkan penyerangan terhadap warga Pulau Rempang oleh petugas PT Megah Elok Graha pada Rabu dini hari.
“Kami sudah datang (ke lokasi), saat kejadian Kapolsek telepon ke Polres, kami langsung datang. Pas kami datang ke sana, sudah dorong-dorong begitu,” kata Heribertus kepada awak media saat ditemui di Dermaga Bea Cukai Tanjung Uncang, Batam, Kamis, 19 Desember 2024.
Sementara dari keterangan warga yang berhasil dihimpun, penyerangan dilakukan oleh lebih dari 50 orang. Mereka datang dengan mengendarai belasan sepeda motor, tiga unit mobil (minibus) dan sebuah truk.
“Untuk diketahui, akibat penyerangan tersebut delapan warga mengalami luka-luka, salah satunya adalah anak di bawah umur,” terang Andri.
Ada yang mengalami luka berat, robek di bagian kepala, patah tangan dan memar-memar, hingga harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.
Dagelan
Seharusnya, terang Andri, polisi dapat menetapkan lebih banyak tersangka berdasarkan fakta yang sudah tersedia, utamanya atas pengakuan tim keamanan PT MEG itu sendiri.
Jika proses hukum ini tidak berubah, masih menurut Andri, maka dagelan yang dilakukan kepolisian terhadap masyarakat Pulau Rempang semakin nyata dan terang benderang. Atau dalam bahasa lain, melanggengkan impunitas. Pasalnya, saat kejadian ada setidaknya enam polisi di lokasi kejadian.
Bahkan sebelumnya, warga Pulau Rempang telah menjadi korban penganiayaan pada 18 Oktober 2024 lalu oleh karyawan PT MEG. Akibatnya beberapa warga mengalami luka-luka, salah satu korbannya adalah lansia yang mengalami patah tangan. Namun demikian, hingga hari ini Polisi tidak menindak pelaku.
“Kejadian itu seolah menguap, padahal saat kejadian ada polisi berpakaian dinas di lokasi kejadian,” ujarnya.
Atas kondisi ini, tutur Andri, Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang mendesak Kapolri/Mabes Polri untuk mengambil alih penanganan perkara penyerangan terhadap masyarakat Rempang.
“Kedua, kami minta Kompolnas untuk melakukan pengawasan proses hukum yang dilakukan Polri dalam penanganan perkara penyerangan terhadap masyarakat Rempang,” papar Andri.
Tim Solidaritas Nasional untuk Rempang juga meminta KOMNAS HAM untuk melakukan pemantauan dan penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di Rempang.