Penulis: Hadi S. Purwanto | Editor: Priyo Suwarno
KREDONEWS.COM, JAKARTA– Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, tersangka pelaku korupsi e-KTP, berusaha lolos dari jerat hukum Indonesia. Informasi terbaru dari Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Sabtu 1 Februari 2025, bahwa tersangka Paulus Tannos, saat ini sedang mengajukan gugatan atas penangkapannya ke pengadilan di Singapura.
Akibat gugatan tersebut, pemerintah Indonesia kini harus menghadapinya, mengingat Indonesia yang mengajukan permohonan ekstradisi.
Supratman menargetkan proses pemulangan Paulus bisa rampung sebelum batas waktu penahanan sementara berakhir.
Paulus Tannos telah menjadi tersangka kasus korupsi e-KTP sejak 2019. Namun, ia tinggal di Singapura bersama keluarganya, yang sempat menyulitkan KPK untuk menangkap.
Ia juga diketahui sempat mengubah namanya menjadi Tjhin Thian Po dan memiliki paspor Guinea-Bissau. Namun, pelariannya berakhir setelah ia ditangkap di Singapura pada 17 Januari lalu. Saat ini, ia ditahan sementara di Changi Prison sambil menunggu proses ekstradisi ke Indonesia.
Kemenkumham kini tengah melengkapi berkas ekstradisi Paulus. Otoritas Singapura memberikan waktu 45 hari bagi Indonesia, atau hingga 3 Maret 2025, untuk menyelesaikan proses tersebut.
Penangkapan
Penangkapan Paulus Tannos, seorang buronan kasus korupsi proyek e-KTP, terjadi di Singapura pada 17 Januari 2025. Berikut adalah kronologi detail dari peristiwa tersebut:
Paulus Tannos, yang juga dikenal sebagai Thian Po Tjhin, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP pada tahun 2019. Ia merupakan Direktur PT Sandipala Arthaputra, salah satu konsorsium pelaksana proyek tersebut.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Tannos melarikan diri dan terdeteksi berada di Singapura pada akhir tahun 2024. Sebelumnya, KPK telah mengajukan red notice melalui Interpol, namun permohonan tersebut ditunda karena keberatan dari pihak Tannos.
Pada akhir 2024, Divisi Hubungan Internasional Polri mengirimkan surat permintaan penangkapan sementara (provisional arrest) kepada otoritas Singapura untuk membantu menangkap Tannos karena informasi keberadaannya di negara tersebut.
Otoritas Singapura, melalui Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), menangkap Tannos pada 17 Januari 2025. Penangkapan ini dilakukan setelah pengadilan Singapura mengabulkan permintaan penahanan sementara yang diajukan oleh Indonesia.
Setelah penangkapannya, Paulus Tannos ditahan di Changi Prison untuk proses ekstradisi ke Indonesia. Proses ini harus mematuhi perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura yang mulai berlaku pada Maret 2024.
Pada 21 Januari 2025, rapat gabungan diadakan antara KPK, Kemenkumham, Polri, dan Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti proses ekstradisi Tannos.
Menurut perjanjian ekstradisi, Indonesia memiliki waktu maksimal 45 hari untuk mengajukan dokumen resmi permintaan ekstradisi setelah penahanan sementara.
Dengan penangkapan ini, pihak berwenang Indonesia berupaya untuk membawa Paulus Tannos kembali ke tanah air untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam kasus korupsi yang melibatkan proyek e-KTP. **