Penulis: Anwar Hudijono | Editor: Hadi S Purwanto
JAKARTA, SWARAJOMBANG.com – Masyarakat perfilman Indonesia menilai Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) sangat pas untuk masuk radar calon pemimpin nasional yang seleksinya dilakukan pada Pilpres 2024. Penilaian itu didasarkan rekam jejak Muhadjir yang peduli dan concern terhadap film nasional dan kebudayaan secara umum.
Aspirasi masyarakat perfilman Indonesia itu diartikulasikan dua orang tokoh masyarakat film, Adisurya Abdy dan Akhlis Suryapati dalam tayangan YouTube melalui Channel Cinema Society. Tayangan beredurasi 11. 26 menit itu bertajuk Muhadjir Masuk Radar Calon Pemimpin. Ditayangkan pertama kali 3 Mei 2023.
Adisurya Abdy adalah tokoh senior perfilman. Pernah menjadi sutradara seperti film Roman Picisan, Asisten Sutradara film Gita Cinta dari SMA. Dia mendirikan rumah produksi Asbellina yang memproduksi film antara lain Buku Harian I sampai Buku Harian III, Asmara. Dari film dia juga menggarap sinetron. Menjadi Sekretaris Parfi 1989-1992.
Adapun Akhlis Suryapati adalah sutradara terkenal, Ketua Sinematek Indonesia. Dia juga seorang penyair, penulis naskah film. Pernah menjadi wartawan dan anggota Lembaga Sensor Film (LSF).
Masyarakat film mengharapkan agar Pilpres 2024 menghasilkan pemimpin, entah itu Presiden atau Wakil Presiden yang peduli dan concern terhadap kemajuan perfilman Indonesia. Yang memiliki kesadaran bahwa film merupakan pranata sosial yang mampu membentuk pembangunan kebudayaan dan peradaban.
Untuk itulah masyarakat film merasa perlu menyampaikan aspirasinya agar tidak kaget ketika muncul pemimpin-pemimpin baru.
“Dari nama-nama calon presiden, wakil presiden yang ada sekarang sulit sekali menemukan nama yang betul-betul sudah memberikan kerjanya nyata, tindakan nyata terhadap kemajuan perfilman. Saya cuma melihat ada satu yaitu Muhadjir Effendy,” kata Adisurya Abdy.
Menurutnya, Muhadjir memiliki rekam jejak yang jelas kepedulian terhadap kemajuan film nasional. Dia mencontohkan, pada saat Muhadjir memulai menjadi Mendikbud pada Kabinet Jokowi Jilid Satu, share film Indonesia itu cuma 16 persen. Tetapi pada saat dia mengakhiri jabatannya, share film Indonesia itu lebih 50 persen. Artinya terjadi peningkatan yang signifikan.
Muhadjir menjadi penonton yang mengikuti film Indonesia. Dia selalu mendorong orang menonton film Indonesia. Bahkan kadang-kadang dia menghimpun orang untuk nonton bareng film Indonesia.
“Jangan lupa, dia mendukung sepenuhnya orang film menjadi pahlawan nasional yaitu Usmar Ismail. Kalau dia tidak memberikan dukungan, tidak mungkin terwujud. Dan yang menarik lagi, di dunia ini pahlawan nasional dari film kayaknya hanya Indonesia,” tegas Abdy.
Penyeimbang
Akhlis Suryapati mengatakan, Muhadjir hadir dan berpidato pada peringatan 100 tahun LSF. Dia hadir dan menunjukkan kepedulian terhadap film. Bahkan sampai sekarang, dia tetap peduli. Misalnya menyediakan billboard, dia perintahkan videotrone untuk promosi film Indonesia.
“Ketika ada produser baru yang filmnya terhambat beredar di bioskup, lantas mengadu kepada Muhadjir, dia langsung turun tangan,” ujar Akhlis.
Adisurya mengatakan, Muhadjir juga peduli kepada kebudayaan secara umum seperti tari. Dia itu betul-betul kepada pekerjaannya confort, santun, agamanya kuat. Secara intelektual mumpuni. Dia sering menjadi pelaksana tugas menteri jika menterinya ada sesuatu hal, itu menunjukkan dia itu mumpuni.
“Dia diberi tugas-tugas baru. Itu artinya kepercayaan kepada seorang Muhadjir itu cukup mumpuni,” katanya.
Karekter Muhadjir yang kalem, santun tidak progresif pada satu sisi mengakibatkan elektabilitasnya rendah. Tetapi pada sisi lain, justru sosok semacam ini dibutuhkan sebagai penyeimbang.
“Indonesia kan sekarang dalam polarisasi yang tajam yang disebut kanan dan kiri atau agama dengan nasionalis atau kemapanan dengan perubahan. Yang dibutuhkan adalah bagaimana sosok yang mampu dalam keseimbangan,” kata Akhlis.
“Jangan lupa pemimpin itu perlu penyeimbang. Di situlah tempat Muhadjir,” tegas Adisurya Abdy.