Penulis: Jayadi | Editor: Aditya Prayoga
JAKARTA, SWARAJOMBANG.COM- Indonesia kini memiliki komoditas baru yang diyakini mampu menggerakkan roda ekonomi nasional. Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menyebut bahwa kekayaan negara tak lagi terbatas pada tanah, mineral, atau hasil bumi, melainkan juga pada data dan pola pikir masyarakat.
Menurutnya, data perilaku masyarakat menjadi aset digital bernilai tinggi yang tidak akan habis. “Selama kita saling terhubung, data akan terus tumbuh setiap hari, mulai dari klik tontonan, transaksi, unduhan, hingga unggahan. Inilah komoditas baru era digital,” kata Gibran dalam video yang diunggah di akun Instagram resminya, @gibran_rakabuming, dan dikutip Selasa (27/5/2025).
Ia menegaskan bahwa kemajuan sebuah bangsa kini ditentukan oleh siapa yang menguasai data dan aset digital, bukan lagi siapa yang memiliki tambang atau sumber daya alam. “Bayangkan Indonesia dengan 287 juta penduduk dan 221 juta pengguna internet. Potensi data kita sangat besar dan dibutuhkan dalam persaingan global saat ini,” ujarnya.
Gibran mencontohkan pentingnya data perilaku masyarakat bagi dunia usaha. Dari aktivitas transaksi digital di satu kota saja, pelaku usaha dapat mengidentifikasi pola konsumsi.
“Terlihat sederhana, tetapi jika analisis perilaku pasar dilakukan secara menyeluruh bukan hanya satu komoditas, satu transaksi, atau satu kota maka data tersebut menjadi sangat berharga. Ia menjadi ‘new oil’, kunci untuk memenangkan persaingan,” tambahnya.
Ia juga menyoroti pentingnya pemberdayaan aset digital. Hilirisasi digital, kata Gibran, bukan sekadar jargon, melainkan kebutuhan yang mendesak agar Indonesia tidak sekadar menjadi pasar bagi negara lain.
“Sebagai bangsa yang berdaulat, kita punya hak dan peluang untuk menjadi pemain utama di negeri sendiri,” tegasnya.
Karena itu, Gibran mendorong adanya terobosan berani agar Indonesia dapat menjelma menjadi raksasa digital. Ia mengungkapkan bahwa nilai ekonomi digital Indonesia pada 2024 mencapai US$ 90 miliar, dan diperkirakan akan tumbuh menjadi US$ 200–300 miliar pada 2030.
“Ini bukti bahwa pasar kita punya potensi luar biasa, sangat menjanjikan,” pungkasnya.***