Penulis: Zulkarnaen | Editor: Hadi S Purwanto
SURABAYA, SWARAJOMBANG.com – Koran Tempo edisi 1 Maret dalam laporannya yang berjudul: ‘Operasi senayan Tunda Pemilu’, menulis nama Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Matalitti sebagai aktor dalam menggiring isu untuk meloloskan penundaan pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo.
Selain LaNyalla, politikus Partai Golkar yang juga anggota DPR RI, Melchias Marcus Mekeng juga disebut dalam hal yang sama.
Tudingan tersebut ditulis oleh Koran Tempo berdasarkan informasi dari Sumber Anonim (tanpa nama). Hanya disebut sumber tersebut adalah seseorang dari partai penyokong pemerintah.
“Saya terus terang prihatin dengan kualitas koran Tempo. Karena pada hari Senin, 28 Februari kemarin, saya secara resmi, melalui siaran pers Ketua DPD RI, menyatakan menolak penundaan pemilu. Tetapi info dari sumber anonim dipercaya dan ditulis dalam lead berita Koran Tempo tanggal 1 Maret,” ungkap LaNyalla, di Surabaya, Rabu (2/3/2022).
Karena itu, lanjut LaNyalla, dirinya meminta Staf Khusus Ketua DPD RI Bidang Media dan Informasi, Sefdin Syaifudin untuk menemui Dewan Pers dalam rangka agar Dewan Pers menjaga marwah dan kualitas serta kredibilitas media di tanah air.
“Apalagi sekelas Koran Tempo,” tandasnya.
Di tempat terpisah, Sefdin mengatakan sudah menghubungi salah satu anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo, yang juga pengurus PWI Pusat, terkait hal tersebut.
“Insya Allah hari Jumat saya akan temui Mas Agus di kantor Dewan Pers. Niat kami sesuai keinginan Ketua DPD RI, agar Dewan Pers mengetahui, dan memastikan hal-hal yang seperti ini, yang tentu secara langsung maupun tidak langsung merugikan nama Ketua, tidak terulang dan terjadi kepada orang lain,” tukasnya.
Dikatakan Sefdin, penggunaan sumber anonim sebenarnya telah menjadi kajian serius di dunia jurnalisme, menyusul terbitnya buku Warp Speed, tahun 1999, yang ditulis Bill Kovach dan Tom Rosenstiel.
“Bahkan pegiat Yayasan Pantau dan pemerhati ilmu jurnalistik, Andreas Harsono telah menulis juga tentang penggunaan sumber anonim yang sebisa mungkin memang dihindari oleh media,” tukas Sefdin, yang juga wartawan senior itu.
Dalam tulisannya, Andreas Harsono mengatakan, seorang sumber anonim punya kecenderungan untuk kurang bertanggungjawab ketimbang sumber yang sama tapi identitasnya disajikan dengan lengkap.
Sumber anonim cenderung lebih sering “bernyanyi”, kedengarannya merdu, tapi esensinya lebih kecil dari apa yang dia katakan.
“Jadi semangat Ketua DPD RI ke Dewan Pers bukan untuk menghukum Koran Tempo, tetapi untuk perbaikan kualitas jurnalisme Indonesia. Apalagi Pak LaNyalla juga Dewan Penasehat PWI Jawa Timur,” pungkas Sefdin.