Penulis: Adi Wardhono | Editor: Priyo Suwarno
JOGJAKARTA, SWARAJOMBANG.COM- Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM) secara resmi menyatakan mosi tidak percaya kepada Rektor UGM, Ova Emilia, pada 24-25 Mei 2025.
Pernyataan ini muncul setelah aksi mahasiswa yang berlangsung selama tujuh hari di halaman Balairung kampus, sebagai bentuk kekecewaan terhadap sikap kampus dalam merespons dinamika politik nasional, khususnya terkait peran UGM dalam membesarkan kekuasaan mantan presiden Joko Widodo (Jokowi).
Mahasiswa UGM merasa malu karena slogan “Kampus Kerakyatan” dianggap hanya menjadi jargon tanpa sikap nyata membela kepentingan rakyat. Mereka menilai UGM seharusnya berpihak pada rakyat, bukan pada penguasa.
BEM KM UGM menilai UGM telah berperan dalam membesarkan kekuasaan Jokowi, yang dinilai sebagai “pembunuh demokrasi”. Mereka juga menilai pemerintahan baru di bawah Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka merupakan kelanjutan dari kehendak politik Jokowi, di mana UGM dianggap turut bertanggung jawab.
Mahasiswa menuntut agar Rektor UGM secara terbuka menyatakan mosi tidak percaya kepada pemerintah, khususnya rezim Prabowo-Gibran, sebagai bentuk keberpihakan kepada rakyat. Mereka menilai penyelenggaraan diskusi akademik oleh kampus tidak cukup untuk merespons ketidakadilan dan penindasan yang terjadi.
BEM KM UGM menyatakan mosi tidak percaya kepada Rektor Ova Emilia karena menilai rektor tidak tegas dalam menyikapi isu politik nasional dan tidak memenuhi tuntutan mahasiswa untuk menyatakan sikap politik yang jelas terhadap pemerintah saat ini.
Mahasiswa menegaskan bahwa mosi tidak percaya ini tidak akan dicabut sampai rektor menyatakan mosi tidak percaya kepada pemerintah atau mengambil sikap yang setara sebagai bukti keberpihakan kepada rakyat.
Respons Rektorat
Rektor Ova Emilia sempat menemui massa aksi dan berdialog, namun mahasiswa menilai respons tersebut tidak memadai dan tidak memenuhi tuntutan mereka.
“Mosi ini tidak akan kami cabut dan kami akan tetap tidak percaya sampai Rektor UGM menyatakan Mosi Tidak Percaya ke Rezim Prabowo-Gibran atau yang setara dengannya sebagai penegasan keberpihakan kepada rakyat.” jata Tiyo Ardianto, Ketua BEM KM UGM.
Kecewa karena “Kampus Kerakyatan” hanya menjadi slogan tanpa sikap nyata. UGM dianggap telah mendukung kekuasaan Jokowi yang dianggap merugikan demokrasi. Pemerintahan Prabowo-Gibran adalah kelanjutan dari politik Jokowi, sehingga UGM harus bertanggung jawab.
Mosi tidak percaya akan tetap berlaku sampai Rektor menyatakan sikap politik yang jelas terhadap rezim saat ini sebagai bentuk keberpihakan kepada rakyat.
Mosi tidak percaya dari BEM KM UGM kepada Rektor UGM dilatarbelakangi kekecewaan mendalam terhadap sikap kampus yang dinilai tidak tegas dalam menghadapi dinamika politik nasional, khususnya peran UGM dalam membesarkan kekuasaan Jokowi dan keberlanjutan politiknya di rezim Prabowo-Gibran.
Mahasiswa menuntut rektor untuk mengambil sikap politik yang jelas sebagai bentuk keberpihakan kepada rakyat, dan menegaskan mosi ini tidak akan dicabut hingga tuntutan mereka dipenuhi.
Juru bicara aksi mosi tidak percaya kepada Rektor UGM adalah Tiyo Ardianto, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM).
Ketua BEM KM UGM, Tiyo Ardianto, menyampaikan bahwa mosi tidak percaya ini dilayangkan karena kekecewaan mendalam terhadap sikap Rektor UGM, Ova Emilia, yang dinilai tidak tegas dan tidak berpihak kepada rakyat dalam menghadapi dinamika politik nasional.
Tiyo menegaskan bahwa UGM seharusnya mengembalikan marwahnya sebagai “Kampus Kerakyatan” yang berpihak semata-mata kepada kepentingan rakyat, bukan penguasa.
Ia juga menyoroti bahwa UGM telah berperan dalam membesarkan kekuasaan mantan Presiden Joko Widodo, yang menurutnya telah membentuk rezim pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka saat ini. Oleh karena itu, UGM mestinya turut bertanggung jawab dengan menegaskan keberpihakannya secara jelas.
Tiyo menyatakan bahwa penyelenggaraan diskusi akademik oleh kampus tidak cukup sebagai respons terhadap realitas politik yang penuh ketidakadilan dan penindasan. BEM KM UGM menuntut agar Rektor UGM menyatakan mosi tidak percaya terhadap lembaga negara atau pemerintah saat ini sebagai bukti keberpihakan kepada rakyat. Mereka tidak akan mencabut mosi tidak percaya ini sampai tuntutan tersebut dipenuhi.
Hingga saat ini, Rektor UGM, Ova Emilia, belum memberikan respons resmi terkait mosi tidak percaya yang diajukan oleh BEM KM UGM. Pihak rektorat belum memberikan tanggapan langsung atas pernyataan mosi tidak percaya tersebut.
Namun, diketahui bahwa Rektor Ova Emilia pernah menemui dan berdialog dengan massa aksi mahasiswa pada 21 Mei 2025 setelah satu pekan okupasi di Balairung UGM, tetapi hasil dialog tersebut dinilai oleh mahasiswa hanya “omon-omon” alias omong kosong dan tidak memenuhi tuntutan mereka.
Selain itu, saat dimintai tanggapan oleh media, Rektor Ova Emilia mengarahkan untuk menghubungi sekretaris rektorat, tanpa memberikan pernyataan langsung.**