Penulis: Hadi S Purwanto | Editor: Hadi S Purwanto
BLITAR, SWARAJOMBANG.com – Merasa putusan pengadilan eks-Perkebunan Karangnongko diabaikan, para petani penggarap eks-Perkebunan Karangnongko melalui kuasa hukumnya H. Musnaam, SH, Mhum dan Drs Pujihandi, SH, MH mengajukan keberatan atas terbitnya Surat Keputusan Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur Nomor: 233/SK-35.NP.02.03/XII/2021 Tentang Penetapan Tanah Yang Dikuasai Langsung Oleh Negara Menjadi Tanah Obyek Redistribusi Yang Terletak di Desa Modangan, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Mereka mengatakan, surat keputusan tersebut tidak menghormati putusan pengadilan, yaitu Putusan Pengadilan Negeri Blitar Nomor: 68/Pdt.G/1999/PN.Blt tanggal 20 Januari 2000 jo Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur Nomor: 412/Pdt/2000/PT.Sby tanggal 26 Oktober 2000 jo Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 2191K/Pdt/2001 tanggal 20 Nopember 2007 jo Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor: 615PK/Pdt/2011 tanggal 20 Mei 2013.
H. Musnaam, SH, Mhum dan Drs Pujihandi, SH, MH mengatakan, Minggu (09/01/2022), surat keberatan tersebut sudah dikirim ke Kepala Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN RI.
Merasa para pejabat tidak mengindahkan putusan Mahkamah Agung yang sudah berkekuatan hukum tetap, para penggugat akhirnya melaporkan masalah ini ke Mabes Polri dan Komnas HAM DI Jakarta.
Para penggugat yang diwakili Agus dan Purwanto itu berangkat ke Jakarta didampingi kuasa hukum mereka, H. Musnaam SH, M.Hum dan Drs. Pijihandi, SH, M.Hum. Minggu (09/01/2022) siang. Mereka diantar rekan-rekannya saat naik bus di terminal Blitar.
Sejumlah poster dan spanduk pun dibentang oleh emak-emak dan para petani, antara lain “Ke Jakarta Mencari Keadilan”. “Pak Jokowi Mohon Dibantu”, dan lain-lain.
Agus dan Purwanto menegaskan, sampai kapanpun mereka akan terus memperjuangkan hak-hak mereka yang diabaikan. “Kami akan terus berjuang sampai masalah iki selesai,” ujar Agus.
Para penggugat menuntut agar Surat Keputusan Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur Nomor: 233/SK-35.NP.02.03/XII/2021 dievaluasi dan dibatalkan.
Alasan para pengguga, pertama, putusan Pengadilan Negeri Blitar Nomor: 68/Pdt.G/1999/PN.Blt tanggal 20 Januari 2000 jo Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Timur Nomor: 412/Pdt/2000/PT.Sby tanggal 26 Oktober 2000 jo Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 2191K/Pdt/2001 tanggal 20 Nopember 2007 jo Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor: 615PK/Pdt/2011 tanggal 20 Mei 2013 terkait dengan sengketa eks Perkebunan Karangnongko belum diselesaikan secara tuntas.
Pada tanggal 27 Oktober 2008 telah dilakukan eksekusi oleh PN Blitar dimana bagian-bagian tanah hunian dan garapan para penggugat yang terletak di atas Perkebunan Karangnongko sebagaimana tersebut dalam Sertipikat Hak Guna Usaha Nomor: 3/Desa Modangan dan Nomor 5/Desa Modangan telah dieksekusi Pengadilan Negeri Blitar dan diserahkan kepada Para Penggugat sebanyak 154 orang dengan bukti Berita Acara Eksekusi Nomor: 89/Pdt.G/1999/PN.Blt tanggal 27 Oktober 2008.
Hingga saat sekarang BPN belum mengukur dan memisah-misah lahan garapan dan hunian Para Penggugat (154 orang) dan juga belum memberi sertipikat tanah kepada mereka.
Kedua, hingga saat ini para penggugat masih menguasai lahan garapan dan hunian masing-masing di tanah eks Perkebunan Karangnongko, sehingga tumpang tindih dengan lahan yang diajukan redistribusi tanah oleh Abed Pescha Perdana dkk (758 KK).
Sebagian besar Pemohon Redistribusi tanah selama ini bukan penggarap lahan eks Perkebunan Karangnongko. Untuk objektifitas dapat dilakukan pengecekan di lapangan.
Jika Kepala Desa Modangan memberi keterangan, pemohon redistribusi tanah mempunyai lahan garapan dan hunian disana, keterangan tersebut banyak tidak benar.
Selama ini para penggugat sudah berulangkali mengajukan keberatan kepada Tim Gugus Tugas Reforma Agraria Kabupaten Blitar maupun Kantor Pertanahan Kabupaten Blitar terkait penyimpangan usulan redistribusi tanah eks Perkebunan Karangnongko tersebut, tetapi tidak pernah ditanggapi.
Ketiga, saat ini masih ada sengketa di Pengadilan Negeri Blitar terkait dengan eks Perkebunan Karangnongko antara Para Penggugat (54 orang) dengan PT Veteran Sri Dewi, BPN dan Tim Gugus Tugas Reforma Agraria dalam perkara Nomor: 113/Pdt.G/2021/PN.Blt. Keempat, terbitnya Surat Keputusan Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur Nomor: 233/SK-35.NP.02.03/XII/2021 berpotensi menimbulkan konflik sosial, karena akan terjadi konflik antara 758 KK pemohon redistribusi tanah dengan 154 orang penggugat dan keluarganya.
Musnaam mengatakan, pihaknya akan tetap melakukan upaya hukum untuk memperjuangkan hak-hak para penggugat. “Selama saya jadi pengcara, baru kali ini saya menyaksikan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan telah dieksekusi pengadilan tidak dihormati para pejabat di Kabupaten Blitar,” kata Musnaam.
Ia mengatakan, redistribusi tanah di eks-perkebunan Karangnongko jelas mencederai prinsip negara hukum di Indonesia.
“Kalau hukum tidak dihargai akan menimbulkan anarki. Hal itu sudah terbukti dengan dihancurkannya lima hektar tanaman pisang penggugat oleh para preman. Saya juga heran, masak polisi kita tidak berdaya melawan para preman,” ujar Musnaam.
Berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan telah diekskusi PN Blitar, para penggugat yang berjumlah 154 orang merupakan penghuni/penggarap yang jujur yang berhak dengan prioritas pertama untuk mengajukan permohonan hak milik atas tanah garapan, seluas garapannya sendiri–sendiri yang terletak diatas perkebunan Karangnongko tersebut.
Pengadlan menyatakan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Blitar untuk mengadakan pemisahan sertipikat Hak Guna Usaha Nomor 3 dan Nomor 5/Modangan atas nama PT Veteran Sri Dewi, Desa Kelurahan Modangan, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, dengan bagian tanah yang secara nyata dihuni/ digarap masing–masing penggugat sesuai status hak para penggugat masing–masing.
Pengadilan menghukum PT Veteran Sri Dewi selaku Tergugat I dan siapa saja yang memperoleh hak dari padanya untuk meninggalkan dan mengosongkan bagian-bagian tanah hunian/garapan para penggugat yang berhak segera setelah sertipikat–sertipikat tersebut diadakan pemisahan.
Namun anehnya, Kantor Pertanahan Kabupaten Blitar dan Tim Gugus Tugas Reforma Agraria Kabupaten Blutar bukannya menjalankan putusan pengadian, tetapi memberikan tanah eks-Perkebunan Karangnongko melalui redistribusi tanah kepada pemohon redistribusi tanah Hadi Sucipto dkk (758 KK) dan 90 ha untuk HGU kepada PT Veteran Sri Dewi (Surya Teja Wijaya atau Kho Siang).
Padahal, PT Veteran Sri Dewi selama ini terbukti telah menelantarkan eks-Perkebunan Karangnongko dan berdasarkan putusan pengadilan jual-beli saham PT Veteran Sri Dewi dengan Surya Teja Wijaya atau Kho Siang dinyatakan cacat hukum dan batal demi hukum. (*)