Oleh: Zulkifli S Ekomei*
Tanpa terasa kita hampir melewati dekade ke 20 terjadinya pergantian UUD negara kita. Selama kurun 2 dekade saya mencatat terjadinya perubahan yang mendasar dalam sistem berbangsa dan bernegara.
Selain perubahan mendasar pada sistem bernegara, terjadi juga perubahan perilaku dan kepribadian bangsa. Yang dulunya bermartabat, beradab dan berbudaya luhur menjadi bangsa yang kehilangan jati dirinya, sakit dan cenderung biadab terhadap bangsanya sendiri.
Jika membahas soal sistem bernegara, maka tentu akan bicara tentang bentuk negara juga. Dahulu berbentuk negara kesatuan, kini menjadi negara semi federal, dari negara kebangsaan menjadi negara korporasi, yang itu artinya kedaulatan rakyat diambil alih oleh oligarki alias gerombolan pemilik modal dan kekuasaan.
Banyak yang tidak menyadari situasi ini, bahkan terkesan menikmati perubahan yang mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negaranya. Dan yang memprihatinkan, hal ini bahkan juga melanda generasi muda yang diharapkan menjadi generasi penerus cita-cita perjuangan para founding fathers. Situasi dan kondisi sekarang ini tidak terjadi dengan tiba-tiba, tapi ada desain besar yang mengakibatkan segala dampak kerusakan ini.
Desain besarnya untuk menguasai negeri ini dimulai saat kasus BLBI. Kenapa? BLBI bukan sekedar kasus ekonomi keuangan, tapi lebih ke kasus ekonomi politik. Perhatikan siapa saja yang terlibat dalam perampokan besar-besaran dalam skandal BLBI. Hasil jarahan BLBI inilah yang ditengarai dipakai untuk membiayai reformasi. Didukung sejumlah fakta demo mahasiswa pertama kali yang merata di hampir seluruh kota besar. Nama organisasi mahasiswa yang dahulu melakukan demo secara massive, kini menjelma menjadi sebuah partai politik.
Lalu, setelah reformasi berjalan, siapa saja yang terlibat dalam pergantian UUD 45?
Dimulai dengan terbentuknya Koalisi Ornop Untuk Konstitusi Baru, kemudian ada 2 parpol yang mengusulkan pergantian UUD, satu berhasil masuk ke parlemen, satu gagal masuk parlemen, meski cuma 1 parpol yang mengusulkan, tetapi pergantian bisa terjadi. Semua parpol yang tadinya tidak berwacana mengganti UUD, tiba-tiba seperti kerbau dicocok hidung, langsung setuju tanpa perlawanan yang berarti, karena ada keterlibatan asing, khususnya National Democratic Intitute, dibantu oleh beberapa LSM yang dibiayai asing. Yang kemudian salah satu petinggi LSM ini menjadi komisioner KPU yang mendatangani kerjasama dengan Australia, padahal Ketua KPU nya ada yang akhirnya meninggal secara misterius. Jadi jika menilik kilas balik alur cerita ini kita tidak akan terjebak pada urusan pilpres dan pilkada saja, tapi mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, karena yang tampak bukan yang sebenarnya terjadi. Permainan sesungguhnya terjadi di balik layar.
Saya sengaja tidak menyebut nama organisasi mahasiswanya maupun nama parpolnya, termasuk tokoh-tokoh yang terlibat. Mereka sedang memerankan peran masing-masing, seolah mereka dari kubu yang berbeda, padahal mereka berbagi peran, publik yang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi cuma saling meledek di medsos. Sesungguhnya kita sudah dikuasai oligarki. Konfrontir saja dengan fakta, apakah nama-nama capres yang muncul ini dari keinginan rakyat? Pastinya bukan!
Jadi, empat kali perubahan UUD 1945 (1999-2002) atau lebih tepatnya pergantian yang kemudian diklaim sebagai AMANDEMEN UUD1945, pada dasarnya adalah KONSPIRASI POLITIK untuk mengalihkan KEDAULATAN dalam BERNEGARA dari TANGAN RAKYAT ke TANGAN KONGLOMERAT BUSUK.
Kemudian KONGLO BUSUK menempatkan diri sebagai BUFFER bagi KEKUATAN KEPENTINGAN GLOBAL yang mana pun, siapapun yang sangat berkepentingan terhadap RI dalam DOMINASInya, yang kemudian memperdaya bangsa ini sehingga tak berdaya diperlakukan secara eksploitatif.
Selain banyaknya ketimpangan ekonomi, keadilan masih sebatas mimpi basah di negri ini. Diskriminasi hingga perampasan tanah rakyat sebagai pemilik ulayat hari demi hari masih tersaji, bahkan kedaulatan bangsapun telah diinjak-injak oleh oligarki dan bangsa China serta KKB di Papua, tapi sialnya Sang Jendral TNI hanya gagah berani perang menghadapi baliho dan menggeruduk pesantren demi mengkatrol karir.
Apa yang diharapkan dari bertubinya ketidakadilan di negeri yang konon serpihan sorga ini. Equality before law hanya sebatas jargon semata. UU Minerba, Omnibus Law, sampai Perppu Covid yang membuahkan korupsi Bansos, KPK yang dengan terang-terangannya menyingkirkan 57 anggotanya, dan seterusnya dan seterusnya. Juga budget influencer yang dibuka ICW. Atau bahkan tragedi km 50 dan CCTVnya. Mereka lupa pensiun dan usia yang ada batasnya
Tahun 2021 semua harus sepakat bahwa tahun yang sangat suram bagi bangsa Indonesia. Sakit, pikun dan lelah berkepanjangan. Diagnosa Px yang namanya Ibu Pertiwi adalah perdarahan otak, yang disebabkan oleh kanker (faham kapitalis dan liberalis) sehingga fungsi otak (MPR) menurun drastis, menyebabkan semua organ (DPR, TNI, Polri, Presiden dan Kabinetnya dan organ lain) mal fungsi. Sehingga tindakan satu-satunya adalah melakukan operasi emergensi “bedah kepala” tindakan radikal untuk mengangkat kanker, sang sumber kesakitan, sehingga bisa menyelamatkan semua fungsi organ agar kembali berfungsi normal. Karena tidak cukup hanya dengan pemberian obat maupun radio therapi, apalagi yang mengurus mengobati cuma “dukun”, atau profesor dari HC.
Semoga ini menjadi bahan perenungan agar kita bisa bertindak menyelamatkan bangsa dan negara sesuai cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. Banyak sudah doa-doa terucap berharap tahun 2022 akan ada perubahan. Berharap saja senantiasa, bukan berharap lahirnya Indonesia Baru, tapi Indonesia yang dicita-citakan para pendiri negeri ini, Ini Baru Indonesia.
Akhirnya, Selamat Tahun Baru, selamat menyongsong “Ini Baru Indonesia”.
*Zulkifli S Ekomei adalah Kordinator Presidium Nasional Majelis Permusyawaratan Bumiputra Indonesia. Artikel ini sepenuhnya tanggung jawab penulis.