Penulis: Anwar Hudijono | Editor: Hadi S Purwanto
JAKARTA, SWARAJOMBANG.com – Perkebunan sawit selama ini diidentikkan dengan perusahaan konglomerasi yang makmur. Tapi nyatanya justru di sini tingkat stunting san kemiskinan ekstrem tinggi.
Hal itu terungkap dalam Roadshow Dialog Penanganan Stunting dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy secara daring pada Rabu (4/5). Seri roadshow ke-30 itu dihadiri Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah beserta wakilnya, serta pimpinan 19 kabupaten/kota se-Sumbar.
Wakil Gubernur Sumatera Barat Audy Joinaldy menyebut problem stunting dan kemiskinan ekstrem tinggi di wilayahnya. Dia menyebut kedua persoalan ini justru terjadi di wilayah-wilayah sentra sawit.
Wagub menyebut penyebabnya, antara lain, karena kurangnya keragaman asupan makanan di wilayah-wilayah sawit tersebut. “Makan nasi lauknya mi instan,” katanya.
Salah satu wilayahnya adalah Kabupaten Pasaman Barat yang menjadikannya wilayah paling tinggi angka stunting yakni sebesar 35,5%. Walaupun angka kemiskinan ekstremnya mengalami penurunan sebesar 0,76%.
“Strategi yang kita lakukan dengan memastikan apakah pelaksanaan 8 aksi konvergensi tersebut sudah optimal dilakukan pada masing-masing daerah yang masih tinggi angka stuntingnya,” ujarnya.
Bupati Pasaman Barat Hamsuardi menjelaskan bahwa tingginya angka tersebut disebabkan karena masih rendahnya capaian pada intervensi sensitif maupun spesifik yang diterapkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
“Capaian-capaian yang masih rendah ini akan terus kita kejar dengan penguatan peran lintas sektor dan peningkatan SDM yang kita miliki sehingga target penurunan angka stunting dapat kita penuhi,” jelasnya.
Adapun upaya yang telah dilakukan oleh Pemkab Pasaman Barat dengan melaksanakan rembuk stunting pada tingkat kabupaten hingga kecamatan, serta penetapan lokus intervensi stunting sampai tingkat Jorong (RT/RW) di tiap desa melalui Surat Keputusan Bupati yang dikeluarkan setiap tahunnya.
Mengeroyok
Muhadjir Effendy meminta kepada seluruh bupati/wali kota di wilayah Sumatera Barat untuk menggunakan seluruh sumber daya yang ada dalam ‘mengeroyok’ permasalahan stunting dan kemiskinan ekstrem pada masing-masing wilayahnya.
“Saya yakin dengan melibatkan semua potensi dana dan daya yang ada, termasuk juga sector swasta kemudian juga Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk bergotong royong, jika ini terwujud saya yakin Sumatera Barat bisa secepatnya terlepas dari stunting dan kemiskinan ekstrem,” jelas Muhadjir.
Dia juga berharap masing-masing kabupaten/kota melaporkan tentang kondisi sarana-prasarana yang dimiliki terutama berkaitan dengan intervensi spesifik yang sangat mendesak yakni pengadaan alat timbang di masing-masing Posyandu serta alat Ultrasonografi (USG) di masing-masing Puskesmas.
Selain itu, perlunya penataan ulang bantuan-bantuan yang berkaitan dengan intervensi sensitif yaitu berkaitan dengan sanitasi, pengadaan air minum dan air bersih dalam upaya penghapusan kemiskinan ekstrem dan penanganan stunting.
“Saya mohon Bupati dan Wali kota dapat mengusulkan kebutuhan sanitasi air bersih dan air minum kepada pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR dengan kajian yang akurat terkait wilayah mana saja yang betul-betul membutuhkan bantuan tersebut,” ucapnya.
Berdasarkan data dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) angka prevalensi stunting di Provinsi Sumatera Barat mengalami kenaikan sebesar 1,9%. Pada 2021 sebanyak 23,3% menjadi 25,2% pada 2022. Sementara itu, rentang prevalensi stuntingnya berada di antara 13,7% pada wilayah Kota Sawah Lunto sampai dengan 32% pada wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai. Angka stunting ini di atas rerata nasional, yakni 21,6 persen pada 2022.