Disarikan Oleh Khristina Kencana
PUTRA Mahkota Hwon, didamping guru-gurunya menghadap Baginda Raja.
Raja menegur Putra Mahkota Hwon, apa yang begitu baik di luar istana yang memikatnya dan apa yang begitu buruk dengan istana sehingga ia selalu ingin keluar.
Hwon dalam jubah pangerannya tampak sedih. Ia mengaku pada ayahnya bahwa ia keluar istana ingin bertemu dengan kakaknya Yang Myung dan berdiskusi sastra dengannya.
Ia ingin belajar bersama kakaknya karena ia merasa tidak bisa mempelajari apapun lagi di Sigangwon.
Bagaimana ia bisa meningkatkan pengetahuannya tanpa melakukan perdebatan? Tanpa pertanyaan, bagaimana ia bisa berdebat?
Ia merasa apa yang tidak bisa dipelajari di Sigangwon, ia bisa pelajari melalui diskusi dengan kakaknya. Begitu Hwon memberikan alasan pada ayahnya.
Ia mengaku pada Raja memanjat dinding karena ia tak punya pilihan lain, semua jalannya telah dijaga.
Raja menjadi marah dan memecat semua guru Hwon yang dianggap menyebabkan pembangkangan Hwon.
Untuk sementara Raja menunjuk Penasehat Khusus yang akan bertanggungjawab sampai ia menemukan pengganti guru bagi Putera Mahkota.
Raja juga melarang Hwon keluar istana dan terus belajar dengan benar. Hwon merasa tidak berdaya menuruti perintah Raja.
Ibu Suri sudah mendengar kabar kalau Raja memecat semua cendekiawan yang menjadi guru Putra Mahkota dan akan segera menunjuk penggantinya.
Pada malam itu, Perdana Menteri Yoon menghadap Ibu Suri. Berbagai berkecamuk di kepalanya, bagaimana ia menghadapi Ibu Suri yang begitu cerdas.
Perdana Menteri Yoon tidak berani menatap langsung mata Ibu Suri.
Ia hanya melirik dan mencuri melalui sudut matanya sambil mereka-reka apa yang bakal memberondongnya dari mulut Ibu Suri.
Sesaat suasana tampak hening, suara nyamuk pun tak terdengar menyambar mengitari telinga.
Ibu Suri yang sangat menyukai tanaman bonsai itu mengatakan pada Perdana Menteri Yoon kalau tanaman bonsai tampak megah dan mengesankan dari caranya dipotong dan dibentuk.
Dan makna dari tanaman bonsai adalah menanam pohon dari benih sesuai dengan cara yang kita inginkan.
Namun, tanaman bonsai kelihatan lebih sulit untuk ditangani, tidak seperti lazimnya tanaman di kebun.
Tanaman bonsai tidak hanya memerlukan kecakapan atau keahlian khusus, tetapi ia membutuhkan kepiawaian seorang seniman dan rasa seni yang tinggi.
Jika kita melewatkan momen yang tepat, maka akan sulit untuk membuatnya tampak seperti yang kita inginkan.
Ibu Suri mengingatkan Perdana Menteri Yoon akan pentingnya posisi guru yang tepat buat Putra Mahkota.
Itu adalah posisi yang mengijinkan seseorang melatih seorang pewaris tahta. Perdana Menteri Yoon tersenyum mengerti.
Di istana Raja, Ratu Han (ibu Putra Mahkota) memohon kepada Raja agar memahami perasaan Putra Mahkota yang hidup dengan tanggungjawab dan peraturan di istana tanpa seorang pun sahabat.
Ratu Han memohon agar Raja mengijinkan Pangeran Yang Myung kembali ke istana untuk menjalani hidup normal.
Masalahnya, karena Raja mengirim Pangeran Yang Myung yang belum menikah keluar istana dan tak mengijinkan dia keluar masuk istana secara bebas.
Tapi Raja malah marah dan bersikeras bahwa Putea Mahkota yang akan mengurus banyak orang tidaklah masuk akal kalau ia tidak bisa mengontrol keegoisannya sendiri.
Raja mengirim Putra Mahkota keluar istana bukanlah tanpa maksud, bukan pula hendak mengasingkan atau menyingkirkan Putra Mahkota.
Dengan mengetahui dan mengalami hidup di luar istana, kelak Putra Mahkota akan mengerti bagaimana hidup dan kehidupan masyarakat.
Semua Putera Mahkota mendapatkan perlakuan yang sama sebelum menjadi Raja, bukan hanya Pangeran Yang Myung.
Raja menghentikan permohohan Ratu Han lebih lanjut dengan alasan ia butuh istirahat dan menyuruh pengawalnya mengantarkan Ratu Han kembali ke istananya.
Ratu Han keluar dari kediaman Raja dan berpapasan dengan rombongan Selir Park (ibu Pangeran Yang Myung) yang hendak menemui Raja juga. Keduanya memiliki hubungan yang baik dan saling menghormati.
Ratu Han menyampaikan perintah Raja bahwa dia tidak akan menemui siapa pun. Selir Park meminta maaf karena putranya Yang Myung yang membuat Putra Mahkota hendak keluar istana.
Ratu Han berkata bahwa itu bukan salah Selir Park. Ratu Han malah menanyakan mengapa Pangeran Yang Myung tidak pernah datang ke istana akhir-akhir ini.
Selir Park menjawab kalau ia mendengar Pangeran Yang Myung sedang pergi berlibur keluar ibukota.
Ratu Han maklum dan mengatakan pada Selir Park bahwa Baginda Raja sangat teliti sehingga tak mudah bagi Pangeran Yang Myung untuk masuk istana.
Namun Ratu Han tetap meminta Pangeran Yang Myung mampir ke istananya untuk memberi hormat, bila dia kembali.
Kemudian ia berpesan lagi, akan lebih baik bila Pangeran Yang Myung bisa mampir ke Istana Timur juga (kediaman Raja).
Pangeran Yang Myung masuk ke kota mengenakan baju pemburu dan menjual dua ekor ayam hutan pada pedagang di pasar.
Ia kehabisan uang, tapi ia ingin membelikan hadiah untuk teman-temannya dengan menjual hasil buruannya.
Saat pedagang ayam meragukan hasil buruannya asli ayam hutan, Pangeran Yang Myung dengan jenaka menyakinkannya kalau hasil buruannya benar-benar ayam hutan yang tumbuh dengan minum air embun di gunung.
Pedagang ayam pun menimpali candaan Pangeran Yang Myung sambil tertawa, “Bagaimana mungkin ayam hutan tumbuh dengan minum air embun?”
Pangeran Yang Myung melihat di sekitarnya ada keramaian antrian panjang penduduk di dekat situ.
Ia penasaran, mengapa mereka mengantri panjang. Pedagang ayam pun menjelaskan di situ ada anak kecil buta umur delapan tahun yang punya kemampuan supranatural.
Anak itu bisa menebak penyakit tanpa merasakan denyut nadi dan mereka juga menjual obat ajaib.
Konon katanya, obat ajaib itu berupa batu, dapat menyembuhkan penyakit apapun dan orang-orang itu datang untuk membelinya.
Pangeran Yang Myung yang lagi bingung hendak membelikan apa sebagai hadiah buat teman-temannya menjadi sangat tertarik dengan batu ajaib yang bisa menyembuhkan apapun.
Jadi ia pun bepikir, mungkin harus beli ‘batu ajaib’ itu juga sebagai hadiah atau oleh-oleh buat temannya.
Shaman Jang, sekarang sudah menjadi Kepala Peramal Seongsukcheong juga berada di sekitar tempat antrian itu.
Ia mendengar seorang pria yang berteriak di situ mengatakan bahwa ada peramal yang lebih baik dari peramal Seongsukcheong yang memiliki kemampuan magis sangat luar biasa melebihi kekuatan magis Jang Nok Yeong.
“Belilah batu misterius luar biasa yang dapat menyembuhkan apapun. Terbatas hanya 50 biji saja, tak banyak lagi yang tersisa”, begitu teriak pria itu.
Hal ini sontak membuat semua orang yang berada di sekitar keramaian itu berebut mengambil nomor antrian, termasuk juga Pangeran Yang Myung.
Shaman Jang mendengar laporan dari pelayannya bahwa pria yang berteriak itu dan klompotannya adalah penipu yang memanfaatkan anak kecil dan membiarkan anak itu kelaparan.
Kalau anak itu meninggal, mereka akan beli anak baru dan meneruskan bisnisnya. Begitu laporan yang diterima Shaman Jang dari anak-buahnya.
Shaman Jang pun ingin masuk ke tempat itu dan melihatnya sendiri, ingin membuktikan sendiri dari dekat apa yang mereka lakukan.
Shaman Jang berjalan ke barisan depan, tapi tiba-tiba ada sebuah tangan terulur menghalangi jalannya.
Tangan itu milik Pangeran Yang Myung. Ia meminta Shaman Jang untuk mengambil nomor antrian terlebih dulu dan menunggu gilirannya.
Hal ini dikarenakan Shaman Jang hendak menerobos masuk mendahului nomor antrian Pangeran Yang Myung.
Tentu saja Shaman Jang terkaget-kaget atas keberadaan Pangeran Yang Myung. Kepalanya dipenuhi tanda Tanya, kenapa sang Pangeran berada di tempat seperti ini.
Shaman Jang tidak berkata apapun dan hanya menatap belakang punggung Pangeran Yang Myung.
Ketika Shaman Jang hendak berbalik pergi, tiba-tiba ia merasakan sesuatu dan menoleh kembali ke arah Pangeran Yang Myung.
Kali ini Pangeran Yang Myung yang membalikkan badannya ke arah Shaman Jang, ia sedang memperhatikan sekitarnya.
Seketika itu juga, wajah Pangeran Yang Myung masuk dalam teropong penerawangan Shaman Jang.
Shaman Jang menatap wajah Pangeran Yang Myung dan membathin, “Di langit Chosun, ada dua matahari.”
Sejenak ia terdiam, tak berkata sepatah pun. Mulutnya secara terkunci.
Sebenarnya ia ingin mengatakan sesuatu, hendaknya mengungkapkan banyak hal tentang apa yang melintas dan tergambar di wajah Pangeran Yang Myung.
Tapi, untuk kesekian kali ia tak mampu berkata-kata. Ia hanya membatin, terpaku dan mampu mengutarakan sesuatu.
“Dua matahari? Oh, dua matahari,” berkali0kali ia membatin.
Di langit Chosun, ya, di langit Chosun ada dua matahari. Sinarnya berpendar menyilaukan.
Sinar yang menyilaukan mata, saling berpendar, seolah makin saling mendekat dan hendak bertabrakan.
Shaman Jang seperti mendapat firasat aneh, atau tepatnya firasat yang tidak begitu baik setelah ia menatap wajah Pangerang Yang Myung.
Firasat yang ia dapat itu selalu mengganggunya. Ia mencoba menepis semua firasat dan mencoba mematahkan ramalannya sendiri, tapi sekali lagi ia tak mempu mengusirnya.
Siapakah matahari itu? Satu matahari sudah ia lihat di wajah sang Pangeran Yang Myung.
Sejenis ia merasa gembira, tapi kecemasan sontak merenggut sunyumnya. Antara kegembiraan dan kecemasan, kakaguman dan ketakutan. Oh…
Shaman Jang tertarik dan bergerak maju mengikuti Pangeran Yang Myung. Ia berdiri di ambang pintu bersama pelayannya memperhatikan Pangeran Yang Myung dan orang-orang di sekitarnya.
Di atas teras rumah, terpampang spanduk merah bertuliskan “Batu Misterius dijual sekarang”.
Ada sebuah rak merah memajang berbagai batu-batu misterius. Dekat rak merah itulah tempat duduk shaman kecil yang mengenakan topi merah dengan seorang pendamping pria.
Ada pula seorang pria yang ikut antri duduk di sebelah Pangeran Yang Myung. Ia menanyakan mengapa Pangeran Yang Myung datang ke sini.
Pangeran Yang Myung menjawab kalau kakinya terluka saat berusaha menangkap babi hutan, sambil matanya memperhatikan kondisi bibir shaman kecil yang kering melepuh.
Setelah mendengar jawaban Pangeran Yang Myung, lalu orang itu saling memberikan kode kepada pria pendamping shaman kecil. Ternyata mereka adalah komplotan penipu.
Saat giliran Pangeran Yang Myung, ia pura-pura berjalan dengan satu kaki terseret-seret mendekati shaman kecil.
Shaman kecil dengan mata terpejam langsung berkata, sesuai dengan kode yang diberikan, bahwa kaki Pangeran Yang Myung terluka saat berusaha menangkap hewan liar.
Tiba-tiba shaman kecil itu menambahkan, “Oh, aku mellihat cahaya keluar dari dirimu”.
Shaman Jang yang ikut mendengar, terkejut. Berbagai pikiran, atau tepatnya praduga, menyergap pikirannya.
Apakah shaman kecil ini benar-benar melihat cahaya di dalam tubuh Pangeran Yang Myung ataukah dia hanya sembarang berbicara.
Cahaya? Pikir Shaman Jang.
Apakah shaman kecil ia benar-benar melihat cahaya seperti dia melihat dua matahari diatas langit Chosun?
Ah, celaka, pikir Shaman Jang.
Kemudian shaman kecil itu berkata lagi dengan mata terpejam, “Cahaya kuning yang sangat indah, atau, itu warna merah?”
Untuk kesekian kalinya dada Shaman Jang merasa dihantam bongkahan batu. Jantungnya seperti meledak.
Benarkan bocah kecil ini melihat sesuatu seperti aku melihatnya, pikir Shaman Jang.
Pangeran Yang Myung merasa bingung dan balik bertanya, “Cahaya? Cahaya apa maksudmu?” (Bersambung)