Penulis: Herlambang | Editor: Priyo Suwarno
SIDOARJO , SWARAJOMBANG.COM- Rumah bercat warna krem dan pagar bercat coklat di desa Kebon Agung, kecamatan Porong Sidoarjo, Jawa Timur, terlihat sepi dari luar, sekilas tidak ada penghuninya, hanya satu sepeda motor sudah tua terlihat diparkir di halaman rumah. Namun ketika kendaraan yang membawa kami berhenti di dapan pagar tiba-tiba seorang pria membuka pintu dan keluar dari rumah.
Dengan sikap ramah dia menyambut rombongan kecil kami yang terdiri dari saya, Nasir Abbas, Al Hamzah dan Dego. Tak lama kemudian kami dipersilakan masuk rumah, halaman rumahnya terlihat bersih demikian juga ruang tamunya juga terlihat bersih. Tak lama pun secangkir kopi dan makanan ringan tersedia di meja.
“Ayo silakan diminum dan dimakan, maaf ini seadanya,” ujar pemilik rumah menyilakan kami untuk mencicipi hidangan yang ada.
“Ini kopi arabika dari pegunungan Ijen dari daerah Bondowoso,” ujarnya. Tak menyia-nyiakan kami pun menikmati hidangan tersebut.
Pria tuan rumah tersebut tak lain adalah Umar Patek alias Umar Arab alias Pak Patek alias Anis alias Umar alias Hisyam alias Umar Kecil alias Abu Syekh alias Allawy alias Ja’far alias Zacky yang lahir Pemalang 20 Juli 1966.
Lahir dengan nama Hisyam, umar patek adalah keturunan Arab-Indonesia, ayahnya bernama Ali Zain dan Ibunya bernama Fatimah.
Di Pemalang Umar bertempat tinggal di daerah yang dikenal Kampung Arab yaitu di jalan Semeru No 20 Kelurahan Mulyoharjo Kecamatan Pemalang, Pemalang. Dia merupakan lulusan SMA Muhammadiyah 1 Pemalang, yang lulus di Tahun 1986, Umar juga dikenal cukup berprestasi saat SMA.
Umar Patek terakhir kali terlihat di kampung halamannya pada pertengahan tahun 2000 silam sebelum terjadi bom Natal 24 Desember tahun 2000. Dua tahun setelah kasus bom itu, keluarga Patek pun menghilang. Mereka pindah secara diam-diam. Sejak 2002 pula, rumah yang ditinggal penghuninya itu lantas dialihfungsikan menjadi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) serta Tempat Penitipan Anak (TPA) Al-Irsyad Al-Islamiyah.
Umar merupakan mantan Terroris dan juga mantan anggota Jemaah Islamiyah yang paling dicari oleh Pemerintah Amerika Serikat, Australia, Filipina dan Indonesia karena keterlibatannya dalam aksi terorisme saat itu. Amerika bahkan pernah menjanjikan hadiah sebesar 1 juta dolar AS kepada siapa saja yang bisa menangkapnya atau memberikan informasi untuk menangkapnya Patek.
Umar Patek diyakini sebagai asisten koordinator lapangan pada insiden peledakan bom di Bali, Indonesia pada tahun 2002. Umar Patek juga ditengarai berperan sebagai komandan lapangan pelatihan Jamaah Islamiyah di Mindanao, Filipina. Noordin M Top, yang berhasil dilumpuhkan Densus 88 beberapa waktu lalu, pernah menjadi muridnya.
Amerika telah menyayembarakan bagi penangkapnya senilai 1 juta dolar, lebih murah dibanding Dulmatin (10 juta dolar), yang telah tewas di Ciputat.
Umar Patek pernah dilaporkan terbunuh pada 14 September 2006 di provinsi Sulu, Filipina. Tapi laporan ini tidak bisa dikonfirmasi kebenarannya, dan Patek tetap berstatus buronan. Terakhir Patek diberitakan tertangkap aparat keamanan di Abbottabad Pakistan pada 29 Maret 2011.
Setelah Dulmatin tertembak mati, Umar Patek diyakini sebagai amir (pemimpin) berikutnya. Sebagai seorang amir dia akan aktif seperti Dulmatin untuk berkoordinasi, menjalin komunikasi, menyiapkan persenjataan, dan kaderisasi.
Umar Patek yang merupakan pria blasteran Jawa-Arab itu sama bahayanya dengan Dulmatin karena keduanya memiliki hubungan pertemanan yang sangat erat. Umar berpengalaman di Afghanistan dan Mindanao.
Dulmatin alias Ammar Usman alias Joko Pitono kuat perannya sebagai koordinator lapangan, pengumpul dana, dan perakit bom. Sedangkan Umar, cerdas dalam menyusun strategi perang dan spionase penyamaran.
Pada 11 Agustus 2011, Umar Patek telah diekstradisi dari Pakistan ke Indonesia di mana dia ditahan di Jakarta sebelum menunggu persidangan.
Pada 21 Juni 2012 pengadilan Indonesia menghukum Umar Patek 20 tahun penjara karena pembunuhan dan pembuatan bom. Dia ditemukan bersalah atas semua enam tuduhan, termasuk keterlibatan dalam serangan terhadap gereja-gereja pada malam Natal 2000.
Jaksa tidak menuntut hukuman mati. Selama persidangan Patek meminta maaf kepada keluarga korban dan menyatakan bahwa ia tidak melakukan apa pun lebih dari bahan kimia campuran untuk bahan peledak. Patek juga menyatakan bahwa sasarannya selalu Israel dan bukan “Barat”.
Namun, Rabu, 7 Desember 2022, lelaki ini resmi dibebaskan dari Lapas Kelas I Surabaya, Porong, Sidoarjo. Patek kini berstatus sebagai “klien pemasyarakan”. Ia berkewajiban untuk mengikuti program pembimbingan dari Balai Pemasyarakatan Surabaya sampai 29 April 2030 nanti.
Program pembebasan bersyarat ini akan dicabut dan Umar Patek akan dikirim kembali ke jeruji besi apabila dalam rentang waktu tersebut ia melakukan pelanggaran.
Dibantu Teman Nasrani
“Sekarang saya usaha bikin kopi bubuk kemasan ini yang antum (anda) minum ini buatan saya. Saya ambil kopi dari petani kopi di kawaasan Gunung Ijen tapi wilayah Bondowoso, jenis kopinya Arabica. Ada juga dari jenis Robusta,” ujar Umar Patek.
Untuk memasarkan kopi hasil olahannya itu, Umar mengaku kini tinggal nunggu izin dari Balai POM serta sertifikasi halal dari MUI. “Kopi ini saya berilabel Ramu 66, Ramu itu kalau dibalik kan Umar nama saya sedangkan 66 itu tahun kelahiran saya,” lanjut Umar Patek.
Namun tinggal di kawasan Porong Sidoarjo membuat Umar Patek merasa kesulitan untuk memasarkan kopi hasil olahannya itu, untuk itu dia berniat menjual rumahnya di Porong dan ingin pindah ke Surabaya.
“Di sini saya merasa kesulitan untuk memasarkan kopi ini, saya mau jual rumah saya ini dan pindah ke Surabaya untuk lebih memasarkan kopi ini,” sambung Umar Patek lagi.
Umar mengaku setelah dia lepas dari Lapas Kelas I Porong tidak mendapat bantuan apapun, “Mungkin orang mengira setelah lepas dari penjara saya dapat bantuan dari pemerintah atau polisi. Tidak saya tidak dapat bantuan dari mereka,” ujarnya.
Umar Patek mengatakan setelah keluar penjara itu dia mengaku bingung mau melakukan pekerjaan apa untuk menyambung hidupnya. Akhirnya dia ketemu seorang teman yang beragama Nasrani dan menawarkan usaha.
“Setelah saya keluar dari penjara sempat galau mau usaha apa? Akhirnya, ketemu teman yang beragama Nasrani lalu menawarkan usaha. setelah beberapa kali usul akhirnya saya dan dia sepakat untuk usaha kopi ini dan sampai sekarang produksi,” tandasnya.
“Nah kalau dulu Umar Patek dikenal sebagai meramu bom kini saya mau dikenal sebagai permu kopi,” Kelakar Umar Patek. **