Penulis: Mulawarman | Editor: Yobie Hadiwijaya
JAKARTA, SWARAJOMBANG.COM-Komedian Cak Lontong mengambil peran tak biasa dalam proyek film terbarunya yang bergenre horor, “Gerbang Se
“Saya menjelaskan tentang sesuatu yang dianggap horor,” imbuh komedian yang juga menjabat sebagai Komisaris Ancol ini.
“Ini kan sebenernya film horor, walaupun yang bermain 80 persen komedian, tapi harus membawa nuansa horor,” kata Cak Lontong.
Ia menegaskan bahwa menjaga nuansa adalah prioritas utama. Jika semua pemain yang notabene adalah komedian dibiarkan bebas melucu, arah film bisa menjadi tidak karuan.
“Kita juga harus menjaga nuansa horor. Soalnya kalau semua improvisasi, repot juga,” ucap Cak Lontong. “Makanya, ini juga menjadi tantangan mengendalikan diri,” terang pelawak 54 tahun ini.
Dengan gaya merendahnya yang khas, Cak Lontong berkelakar bahwa tugas menahan lucu mungkin tidak lebih berat bagi rekan-rekannya yang lain.
“Bapak-bapak yang lain memang lucu. Kalau saya kan tidak terlalu lucu, maka nggak terlalu repot menahan,” katanya merendah.
“Coba aja lihat bang Komeng, baru nyeletuk aja sudah lucu kan,” kata Cak Lontong memberikan contoh.
Tantangan terbesar bagi Cak Lontong dan rekan-rekan komedian lainnya adalah menahan diri untuk tidak berimprovisasi dengan lawakan.
Dalam film ini, Cak Lontong berperan sebagai seorang pemandu wisata yang bertugas mengantar sekelompok mahasiswa ke sebuah desa yang terkenal angker.
Karakternya menjadi kunci yang membuka gerbang misteri bagi para wisatawan tersebut.
“Saya sebagai tour guide, mengantarkan turis-turis, wisatawan-wisatawan yang ingin berkunjung dan menikmati suasana, sensasi horor di desa horor,” kata Cak Lontong saat datang ke kantor Suara.com pada Kamis, 26 Juni 2026.
Dalam sinopsis Film Gerbang Setan, alur kisahnya menceritakan tentang 5 sekawan yakni Diki, Beni, Rachel, Bagas dan Wina.
Kelima anak muda tersebut memutuskan untuk menjajal sebuah desa bernama Lawase Urip yang jadi salah satu wisata horor.
Perjalanan yang awalnya terasa seperti liburan yang menyenangkan dengan penuh canda dan keakraban.
Situasi berubah drastis setelah mereka sampai di desa tersebut karena memberikan aura menyeramkan dan misteri tak biasa.
Berbagai kejadian aneh mulai muncul dan menciptakan atmosfer mencekam yang merusak suasana liburan mereka.
Hingga pada puncaknya adalah ketika mereka mengetahui bahwa di setiap bulan purnama yang berwarna merah darah.
Momen itu menjadi pertanda bahwa ada satu nyawa yang harus menjadi tumbal.***